Satrio
13501010011126
Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Malang
Abstrak
Sudah menjadi
rahasia umum jika kaum wanita berada di bawah kaum pria. Salah satu sebab yang
sangat fundamental adalah keadaan fisik pria yang lebih kuat dari wanita.
Selain itu pemahaman beberapa agama dan kebudayaan yang seolah mengamini hal
tersebut memperparah keadaan yang ada. Peran wanita di dunia ini sangat
kompleks dan juga memiliki kebutuhan yang sangat banyak. Mulai dari melahirkan
anak, masalah-masalah bulanan yang harus dihadapi, sampai rentannya terserang
berbagai macam penyakit. Dibandingkan dengan pria yang tidak serumit itu.
Sudah
banyak pergerakan-pergerakan dan upaya untuk menyuarakan kesetaraan status
antara pria dan wanita, namun semua masih sebatas pergerakan yang tidak mampu
mengubah keadaan yang ada.
Adanya
kesamaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita adalah cita-cita banyak
manusia, namun tidak sedikit yang menentang hal tersebut. Biasanya orang-orang
yang menentang kesetaraan itu adalah orang-orang yang di dalam pola pikirnya
masih tertanam kuat anggapan bahwa wanita harus selalu ada di bawah pria, dan
tidak akan pernah bisa berubah/setara.
Namun
dari semua upaya dan pergerakan yang ada, Konvensi Wanita yang ada di PBB-lah
yang paling kongkret dan berkesinambungan. Konvensi Wanita membahas masalah
yang sering dihadapi wanita di kehidupan sehari-hari. Konvensi ini sangat
produktif dalam menghasilkan keputusan-keputusan yang berpihak kepada kaum
wanita. Konvensi ini dapat diterima oleh PBB pada tanggal 18 Desember 1979,
sedangkan di Indonesia sendiri baru dapat diterima pada tanggal 24 Juli 1984.
Dalam
Mukadimah Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang ditandatangani tanggal
26 Juni 1945, antara lain dapat dibaca bahwa bangsa-bangsa yang bersatu dalam
PBB berketetapan hati atau bertekad supaya bangsa generasi-generasi mendatang
terhindar dari bencana peperangan yang telah dua kali mendatangkan penderitaan
yang sangat perih terhadap umat manusia di seluruh dunia. Para pendiri PBB juga
kembali meperkuat keyakinan atau kesetiaan mereka terhadap Hak-hak Asasi
Manusia (HAM), martabat dan nilai luhur dari manusia sebagai pribadi serta
terhadap persamaan hak pria dan wanita dari negara besar dan kecil.
Apa
yang telah dilakukan oleh Konvensi Wanita dalam Perserikatan Bangsa Bangsa
diharapkan mampu mewujudkan kesetaraan antara pria dan wanita sehingga tercipta
kehidupan yang seimbang demi kelangsungan hidup umat manusia di dunia.
Kata
Kunci: Konvensi Wanita, kesetaraan, hak asasi
manusia
Latar
Belakang
Wanita sejak dahulu
aktif dalam kegiatan ekonomi dan sosial sebagai petani, pedagang, pekerja
sektor informal, dan sebagai ibu rumah tangga. Namun, sebagian besar wanita
belum menikmati penghargaan dan penghormatan yang sama dengan pria sesuai
sumbangan dan beban kerjanya sebagai dampak dari diskriminasi terhadap wanita
yang terus-menerus terjadi. Sehingga di seluruh dunia, sebagian besar dari
mereka yang miskin terdiri dari wanita hingga sekarang masih dirugikan ditinjau
dari segi pendidikan, status kesehatan, dan pekerjaannya.
Data di Indonesia
menunjukkan bahwa pendidikan wanita pada umumnya masih lebih rendah daripada pria;
angka kematian ibu masih tinggi dibandingkan dengan wanita di negara ASEAN, dan
sebagian wanita Indonesia masih mengalami diskriminasi dan belum mendapat
perlindungan hukum dan aturan yang mereka perlukan. Meskipun wanita Indonesia
masa kini dapat dikatakan telah maju dibandingkan dengan generasi sebelumnya
(setelah masa Kartini). Banyak wanita Indonesia yang berpendidikan tinggi yang
secara tidak langsung telah menampilkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Dewasa ini banyak wanita-wanita Indonesia yang telah memperoleh pendidikan yang
lebih tinggi dari pria. Contoh nyata yang paling mudah adalah jumlah mahasiswa wanita
yang menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya yang hampir sama banyaknya
dengan mahasiswa pria. Hal itu membuktikan bahwa wanita punya kemampuan untuk
bersaing dengan pria. Namun dalam hal ini proses penyetaraan status pria dan wanita
tidak hanya dilakukan oleh wanita, pria juga harus berperan.
Dalam
hubungan antara pria dengan wanita sering terdengar istilah jenis kelamin dan
gender. Orang awam sering menganggap bahwa kedua hal tersebut adalah sama,
padahal keduanya berbeda. Jenis kelamin adalah Fisik
alat kelamin seorang individu. Kategori yang langsung disematkan dokter
kandungan atau bidan atau dukun beranak ketika seorang bayi lahir ke dunia.
Sedangkan gender adalah karakteristik mental dan perilaku (ekspresi) berkenaan
dengan karakteristik biologis tadi, gender ini dikonstruksikan secara sosial
(budaya). Kebanyakan orang yang berjenis kelamin pria, gendernya maskulin, dan
orientasi seksualnya kepada orang wanita, tidak semua pernyataan tersebut
demikian adanya.
Kebanyakan
orang yang berjenis kelamin wanita, bergender feminin, berorientasi seksual
kepada orang pria. Pernyataan itu juga tidak sepenuhnya benar, tetapi bukan
berarti orang yang tidak sama dengan orang kebanyakan, lantas identik dengan
orang yang mengalami gangguan atau abnormal. Mengutip dari kata-kata Fanny
Rofalina:
“Jenis Kelamin, Gender, dan
Orientasi pada dasarnya adalah konsep yang saling independen, masing-masing
berdiri sendiri. Namun sering dicampuradukkan, orang-orang suka menyamaratakan penggunaan
istilahnya. Apa yang seharusnya disebut jenis kelamin, dibilang gender, atau
sebaliknya. Banyak lagi contoh lain dari ketidaksesuaian penggunaan istilah
ini. Karena terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang 3 konsep yang independen
ini, banyak yang tidak mengerti dengan
seksualitas diri sendiri. Plus, nilai-nilai heteronormatif yang sangat mengakar
di masyarakat membuat banyak individu merasa ‘aneh’ sendiri”.
Perbedaan
gender juga tidak jarang menjadi objek diskriminasi di Indonesia, masyarakat
Indonesia yang sebagian besar masih aneh dengan banyaknya variasi dari jenis
kelamin, gender, dan orientasi seks masih menganggap semua yang berbeda itu
salah.
Tujuan
Membuka mata sebagian besar masyarakat Indonesia yang
masih menganggap rendah kaum wanita, mengajak semua lapisan masyarakat untuk
mengkampanyekan anti-diskriminasi terhadap kaum wanita memaparkan hal-hal yang
telah dilakukan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa dalam perlawanan terhadap
diskriminasi wanita, dan mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih menghargai
eksistensi kaum wanita yang selama ini masih terabaikan.
Pembahasan
a. Penyebab
masalah sosial berkaitan dengan diskriminasi
1.
Faktor alam (ekologis – geografis)
Ini
menyangkut gejala menipisnya sumber daya alam. Penyebababnya dapat berupa
tindakan overeksploitasi atasnya oleh manusia dengan teknologinya yang makin
maju, sehingga kurang diperhatikan perlunya pengawetan dan pelestarian
lingkungan. Dapat pula oleh semakin banyaknya jumlah penduduk yang secara otomatis
lekas menipiskan persediaan sumber daya meskipun sudah menghematnya.
2.
Faktor biologis(dalam arti kependudukan)
Ini
menyangkut bertambahnya umat manusia dengan pesat yang dirasakan secara
nasional, regional, maupun lokal. Pemindahan manusia (mobilitas fisik) yang
dapat dihubungkan pula dengan implikasi medis dan kesehatan masyarakat umum
serta kualitas maslah pemukimanbaik dipedesaan maupun diperkotaan.
3.
Faktor budayawi
Ini
menimbulkan berbagai kegoncangan mental dan bertalian dengan aneka penyakit
kejiwaan.
Pendorongnya
adalah perkembangan teknologi ( komunikasi, transportasi ) dan implikasinya
dalam kehidupan ekonomi, hukum, pendidikan, keagamaan serta pemakaian waktu
senggang.
4.
Faktor sosial
Dalam arti berbagai kebijaksanaan ekonomi dan politik yang dikendalikan
bagi masyarakat. Dalam mengikuti perencanaan lima tahun dalam rangka
pembangunan negara kita, tak sedikit muncul ketegangan manusia secara pribadi
maupun sosial karena kemajuan diberbagai bidang kehidupan tak sama pesatnya.
Ini menyangkut terlambatnya kemajuan bidang non materiil dari yang materiil.
b. Budaya
Indonesia penyebab diskriminasi
Budaya
masyarakat Indonesia yang sebagian besar menganut sistem patrialis menyebabkan banyak pemikiran yang menganggap pria lebih
dominan dari wanita. Pemikiran keliru tersebut dikuatkan oleh fakta yang
membuktikan bahwa fisik pria lebih kuat dari fisik wanita, sehingga
diskriminasi terhadap wanita semakin tertanam dalam pola pikir masyarakat. Oleh
karena itu dari generasi ke generasi masih tetap menyudutkan kaum wanita. Kaum wanita
bukan tidak mampu menghapuskan hal tersebut, hanya saja kaum wanita belum bisa
bersatu untuk mencapai tujuan kesetaraan status dengan kaum pria.
c. Pergerakan
Wanita di Indonesia dan dunia
Sejarah memberikan banyak contoh tentang para
wanita yang memiliki kekuasaan, keberanian, dan bakat yang luar biasa. Para wanita
semacam itu kita kenal sebagai kaisar-kaisar wanita yang gagah berani,
oranng-orang suci, tukang-tukang sihir wanita, ilmuwan-ilmuwan wanita, dan
seniman-seniman permpuan. Mereka adalah orang-orang terkenal dalam sejarah kaum
wanita. Namun mereka ini tak lebih dari pengecualian-pengecualian individual
yang tidak (dan tak bisa) berpengaruh atau memajukan secara nyata status dari
mayoritas kaum wanita awam dan tertindas.
Sebenarnya sudah banyak tokoh wanita dunia
dan juga Indonesia yang sudah melakukan pergerakan-pergerakan serta karya-karya
yang bisa mengangkat martabat wanita. Sebut saja Ratu Elizabeth II (1533-1603)
Penguasa besar kerajaan Inggris yang menginspirasi renaisans Inggris, Murasaki
Shikibu (978-1026) Orang Jepang pengarang novel terpanjang berjudul The Tale of
Genji, Boadicea (61 M) Prajurit ratu yang menantang pendudukan Roma atas
Inggris, Sappho (650 SM) Penyair besar pada masa Yunani Kuno, Kaisar Catherina
Yang Agung (1729-1796) Orang Jerman yang memerintah Rusia selama 35 tahun
seorang yang terserahkan dan pembaharu, Joan or Arch (1412-1431) Pejuang
Perancis dan pelantik raja yang dieksekusi mati pada umur 19 tahun, dan
Indonesia sendiri memiliki tokoh seperti Kartini, Dewi Sartika, dan Cut Nyak
Dien.
Pergerakan kesetaraan status sendiri sudah
sejak dulu ada. Pada abad ke-19 sudah ada pergerakan-pergerakan di berbagai
belahan dunia. Di India, penganjur hak-hak wanita berjuang demi hak-hak gadis atas
pendidikan, atas Aturan Rumah Tangga dan hak pilih. Pada tahun 1918, mereka meraih
dukungan dari Kongres Nasional India. Perhimpunan Wanita Muda India melobi Raja
Muda dan megirim sebuah delegasi ke Inggris untuk menegaskan tuntutan mereka.
Pandita Ramambai (1858-1922), salah seorang sarjana Sanskrit terkemuka dari
generasinya, menulis sebuah studi feminis tentang ajaran Hindu, Women’s Religious Law. Menjadi janda
pada usia 24 tahun dan dengan seorang anak wanita untuk dirawat, dia bepergian
ke seluruh negeri untuk mendirikan organisasi wanita, Mahila Samaj, dan
merupakan salah satu kelompok feminis berpengaruh dalam Konggres Nasional India.
Di Indonesia, R.A. Kartini, atau
Raden Adjeng Kartini atau Raden Ayu Kartini, lahir di
Jepara, 21 April 1879, adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai
pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Raden Adjeng Kartini
adalah seorang putri dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri
Raden Mas Sosroningrat, Bupati Jepara, tetapi bukan istri utama. Kala itu,
poligami adalah suatu hal yang biasa. Kartini melihat perjuangan wanita agar
memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan
yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20,
terdapat judul Max Havelaar dan surat-surat cinta karya Multatuli,
yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali, lalu De Stille Kraacht
(Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus, kemudian karya Van Eeden yang bermutu
tinggi, karya Augusta de Witt, roman feminis karya nyonya Goekoop waffen Nieder
(Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.Pada tanggal 12
November 1903, Kartini menikah dengan Bupati Rembang yang bernama Raden Adipati
Joyodiningrat yang sudah pernah memiliki tiga istri. Suaminya mengerti
keinginan Kartini, dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah
wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau
di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai gedung Pramuka. Anak pertama dan
sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904.
beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25
tahun. Kartini dimakamkan di desa Bulu, kecamatan Bulu, Rembang. Berkat
kegigihan Kartini, kemudian didirikan sekolah wanita oleh yayasan Kartini di
Semarang pada tahun 1912 dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun,
Cirebon, dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”.
Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh politik
etis.
Margaret
Hilda Thatcher, Baroness Thatcher, LG, OM, PC, FRS, née Roberts (lahir di Grantham, Lincolnshire, Inggris, 13 Oktober 1925 – meninggal di London, Inggris, 8 April 2013 pada umur 87 tahun), adalah seorang politikus Britania Raya, Perdana Menteri Britania Raya dengan masa jabatan terlama sepanjang abad ke-20
(1979–1990), dan satu-satunya wanita yang pernah menduduki jabatan tersebut.
Seorang jurnalis Soviet menjulukinya "Wanita Besi" (Iron Lady), istilah
yang kemudian dikait-kaitkan dengan politik dan gaya kepemimpinannya. Selaku
Perdana Menteri, ia menerapkan kebijakan-kebijakan Konservatif yang kelak
disebut sebagai Thatcherisme. Mengawali karier sebagai kimiawan riset sebelum menjadi barrister,
Thatcher terpilih menjadi Anggota
Parlemen (MP) untuk
wilayah Finchley pada tahun 1959. Edward Heath menunjuknya sebagai Menteri Negara untuk Pendidikan dan
Ilmu Pengetahuan pada
tahun 1970. Tahun 1975, Thatcher mengalahkan Heath pada pemilihan ketua Partai Konservatif dan menjadi Ketua Oposisi, sekaligus wanita pertama yang
memimpin partai politik besar di Britania Raya. Ia menjadi Perdana Menteri
setelah memenangkan pemilu 1979.
Di Pakistan, Benazir Bhutto (bahasa Urdu: بینظیر بھٹو) (lahir di Karachi, 21 Juni 1953 – meninggal di Rawalpindi, Pakistan, 27 Desember 2007 pada umur 54 tahun) adalah perempuan pertama yang memimpin sebuah
negara Muslim di masa pasca-kolonial. Bhutto yang
karismatis terpilih sebagai Perdana
Menteri Pakistan pada
1988, namun 20 bulan kemudian ia digulingkan oleh presiden negara itu yang didukung militer, Ghulam Ishaq Khan, yang secara kontroversial menggunakan Amandemen ke-8 untuk membubarkan parlemen dan memaksa
diselenggarakannya pemilihan umum. Bhutto terpilih kembali pada 1993 namun tiga tahun kemudian diberhentikan di tengah-tengah berbagai
skandal korupsi oleh presiden yang berkuasa waktu
itu, Farooq Leghari, yang juga menggunakan kekuasaan pertimbangan khusus
yang diberikan oleh Amandemen ke-8.
Perserikatan Bangsa Bangsa adalah
organisasi yang sangat aktif dalam kampanye ini, melalui konvensi Penghapusan
Segala Jenis Diskriminasi terhadap wanita (Convention
of the Elimination of All Forms of Discriminastion). Konvensi ini selanjutnya
biasa disingkat menjadi Konvensi Wanita, banyak membahas tentang
masalah-masalah yang dialami oleh wanita. Konvensi ini telah diterima dalam
Sidang Umum PBB tanggal 18 Desember 1979 dan di Indonesia telah diratifikasi
melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1984 tanggal 24 Juli
1984. Tujuan PBB dalam penghargaan terhadap HAM telah terwujud dalam konvensi
ini. Dalam Pasal 1 Piagam tersebut mewujudkan kerjasama internasional dalam
upaya pemajuan dan peningkatan penghargaan terhadap HAM serta
kebebasan-kebebasan dasar untuk semua orang tanpa pembedaan berdasarkan ras,
jenis kelamin, bahasa, atau agama.
Suatu upaya mendasar yang telah ada di
kalangan PBB adalah perumusan dari ukuran-ukuran yang secara internasional
disepakati sehingga akan terwujud instrumen-instrumen internasional yang
diperlukan untuk pemajuan antar pria dan wanita (The United Nations 1995, hal.
11).
Untuk mewujudkan tujuan itu, harus tercapai
kesepakatan pada masyarakat internasional mengenai cakupan dari hak-hak
tersebut, dan apa-apa yang diperlukan untuk meningkatkan persamaan antara pria
dan wanita. Suatu masalah yang dihadapi adalah pembatasan yang terkandung dalam
Pasal 2 ayat 7 Piagam PBB yang mengemukakan bahwa PBB tidak memiliki wewenang
untuk mengadakan intervensi terhadap urusan-urusan yang termasuk juridiksi
dalam negeri dan pada tahun-tahun permulaan umumnya masih terdapat anggapan
bahwa pembatasan tersebut juga mencakup masalah HAM.
Kesimpulan
Perserikatan Bangsa Bangsa adalah organisasi yang
sangat giat dalam kampanye penghapusan diskriminasi terhadap perempuan melalui
Konvensi Wanita. Pada era sekarang ini, banyak institusi mulai merasakan bahwa
kepemimpinan yang melayani (servant leadership) dapat memberikan hasil
yang optimal bagi organisasi. Namun pemimpin perempuan yang kuat, biasanya
memiliki sensitifitas dan naluri “ibu” yang mampu menjadi katalisator dan
penggerak bagi lingkungannya untuk berubah menjadi lebih baik. Dengan kata
lain, perempuan memiliki kekuatan untuk menjadi agen-agen perubahan.
Penghargaan
terhadap kaum wanita adalah hal yang sangat penting. Sebagai manusia pada
dasarnya pria dan wanita adalah sama. Sama maksudnya adalah memiliki hak dan
kewajiban yang sama. Terlepas dari keadaan fisik maupun mental yang berbeda,
antara kaum pria dan wanita harus saling menghargai.
Banyak wanita-wanita dunia maupun Indonesia
yang telah mampu membuktikan bahwa kaum wanita bisa lebih baik dari kaum pria.
Walaupun upaya-upaya mereka belum sepenuhnya mampu membuat kesetaraan antara
pria dengan wanita.
Seluruh lapisan masyarakat dari berbagai
suku, agama, ras, dan gender diharapkan dapat bekerja sama agar cita-cita
kesetaraan gender dan penghapusan diskriminasi dapat tercapai.
Saran
Kelompok masyarakat yang masih memiliki pola pikir
merendahkan derajat kaum wanita harus bisa mengubah pola pikirnya yang sangat kuno itu. Pola pikir semacam itu
hanya menyebabkan perendahan gender tertentu dalam masyarakat. Oragnanisasi-oragansisasi
kewanitaan yang ada di Indonesia harus bisa meniru konsistensi yang telah
dilakukan Perserikatan Bangsa Bangsa melalui Konvensi Wanita dalam penghapusan
diskriminasi terhadap kaum wanita.
Daftar
Pustaka
Omas, Tapi. 2000. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita.
Bandung: Alumni
Yaduardi, Dian. 2007. Feminisme Untuk Pemula. Yogyakarta: Resist Book
Indonesia, Wikipedia. Benazir Bhutto. (online).
id.wikipedia.org/wiki/Benazir_Bhutto, diakses pada 10 Desember 2013
Indonesia,
Wikipedia. Margaret Thatcher.
id.wikipedia.org/wiki/Margaret_Thatcher,diakses
pada 10 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar